Sisi Lain Kemenangan Sherly-Sarbin

Editor: alafanews.com author photo

Oleh: Andre Sudin

TERNATE - Sherly Laos dan Sarbin Sehe adalah pasangan calon (Paslon) yang baru saja memenangkan kontestasi Pilgub Maluku Utara 2024. Pasangan ini di usung oleh delapan partai politik. Paslon dengan nomor urut 4 ini berhasil meraih perolehan suara tertinggi, yaitu sebanyak 359.416 suara.

Kemenangan ini tentu tidak muda bagi Sherly-Sarbin. Apalagi kita tahu menjelang pemungutan suara Sherly diperhadapkan dengan duka yang mendalam atas kepergian suaminya Benny Laos. Walaupun akhirnya ia bisa bangkit melanjutkan perjuangan mendiang suaminya.

Jika saat itu saya jadi Sherly belum tentu saya mau menjadi calon Gubernur. Tentu saya punya beberapa alasan. Alasan pertama karena soal politik saya harus kehilangan orang tersayang, dan alasan kedua karena saya sudah punya segalanya dari sisi materi. Lalu apa yang mau di cari. Namun Sherly memang beda. Di situasi yang cukup menekan batin serta psikisnya ia masih memikirkan cita-cita mendiang suaminya untuk bisa mewujudkan Maluku Utara jauh lebih baik.

"Saya memutuskan untuk melanjutkan, kenapa? Karena ini bukan tentang perjuangan satu orang anak bernama Benny Laos. Ini bukan tentang perjuangan seorang anak bernama Sherly Tjoanda. Ini tentang perjuangan ratusan ribu masyarakat, anak Maluku Utara, ciptaan Tuhan yang Tuhan kasihi yang mengharapkan akan mendapatkan kehidupan yang maju, sejahtera, berkeadilan, dan bermartabat," kata Sherly dalam konferensi pers di bela hotel beberapa waktu lalu.

Tak sampai di situ, setelah bangkit dari duka Sherly harus menghadapi lagi isu sosial yang menyebutnya perempuan dan dinilai tidak layak memimpin Maluku Utara. Tidak sedikit orang berasumsi kalau Sherly akan kalah dalam kontestasi. Selain karena dia perempuan dia juga minoritas.

Paradiqma tentang perempuan tidak bisa menjadi pemimpin jelas itu adalah budaya patriarki. Patriarki adalah sebuah sistem sosial di mana pria lebih dominan daripada perempuan dalam hal otoritas, partisipasi sosial dan politik, dan sebagainya. Di Indonesia, patriarki kini sudah menjelma sebagai sebuah budaya yang diwariskan turun temurun antargenerasi. Termasuk di Maluku Utara.

Berdasarkan beberapa studi sebelumnya yang dilakukan oleh Wayan dan Nyoman (2020) dan Sakina (2017), dapat disebutkan bahwa adanya keberlanjutan dari tradisi budaya lokal atau adat (customs) yang mengandung nilai-nilai dominasi laki-laki turut menjadi salah satu faktor mengapa patriarki sulit untuk dihilangkan dari kehidupan masyarakat.

Hari ini, di Maluku Utara budaya patriarki dengan sendirinya patah. Sherly Laos menjadi sejarah baru perempuan pertama menjadi Gubernur Maluku Utara, sekaligus perempuan pertama yang mampu membongkar budaya patriarki di Maluku Utara. Tentu ini akan menjadi titik awal kebangkitan perempuan Maluku Utara di masa datang untuk ikut dalam kontestasi politik setingkat Pemilihan Gubernur. 

Namun kemenangan Sherly-Sarbin ada yang mengaitkan karena "kebetulan". Yang mana rasa kepercayaan publik terhadap figur mayoritas mulai menurun saat Gubernur sebelumnya tersandung kasus korupsi. Benarkah Kebetulan?

Banyak orang yang sangat toleran dengan kata "kebetulan". Hampir sebagian besar yang terjadi pada hidup kita tanpa direncanakan selalu dianggap "kebetulan". Dengan tegas, kita harus bilang, tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Apa saja yang terjadi pada manusia itu sudah menjadi rencana Allah. Tuhan Yang Maha Esa. 

Hari ini orang hidup besoknya meninggal apakah kebetulan? Gak ada yang kebetulan. Logika tidak bisa kita jadikan sebagai Tuhan. Sungguh, hanya logika dan akal manusia yang beranggapan ada "kebetulan" dalam hidup kita. Kebetulan itu cuman bahasa ketidaksanggupan manusia dalam memahami kesenjangan Allah.

Saya meyakini bahwa kemenangan Sherly-Sarbin sudah menjadi takdir. Disamping itu, ada sisi lain yang dapat mempengaruhi kemenangan mereka. Sisi lain ini yang tidak dimiliki oleh Paslon lain. Adalah "perilaku politik". 

Lihat saja, ketika Sherly-Sarbin di serang dengan berbagai isu yang tidak mengenakkan. Lalu, dari mana isu itu diciptakan kalau bukan dari lawan. Nah, ini yang saya catat sepanjang tahapan Pilkada Malut. Bahwa calon pemimpin kepala daerah itu sudah terbangun suasana berebut kemenangan, akhirnya yang terjadi adalah logika bertanding atau kompetisi pada umumnya. 

Di mana, orang yang sedang bertanding atau berkompetisi untuk meraih kemenangan, maka mereka akan melakukan apa saja agar kemenangan itu diperoleh. Untuk meraih kemenangan, masing-masing pihak tidak saja mengandalkan kekuatan yang dimilikinya, tetapi juga akan membuat taktik dan strategi yang dianggap tepat. Termasuk strategi menjatuhkan pihak lawan. 

Namun demikian, hampir tidak kita temukan Sherly-Sarbin membuat perlawanan dengan membangun isu atau opini yang menjatuhkan elektabilitas pasangan lain. Justru keduanya mampu menghindari suasana bertanding atau berkompetisi. Selain itu, nereka juga mampu memaknai proses Pilkada benar-benar sebagai amanah, dan bukan untuk mendapatkan kemenangan semata. 

Oleh karena itu, saya meyakini bahwa Sherly-Sarbin menyadari Maluku Utara membutuhkan pemimpin yang adil dan amanah, sehingga tidak ada sesuatu yang diperebutkan kecuali semangat mengabdi, semangat berjuang sekaligus berkorban, dan semangat untuk melayani masyarakat Maluku Utara.


#Semoga amanah






Share:
Komentar

Berita Terkini