Kantor Gubernur Maluku Utara di Sofifi, dan Bencana Banjir di Weda Halmahera Tengah. |
Sofifi, Alafanews - Pemanfaatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di lingkup Pemprov Malut menjadi sorotan. Pasalnya, anggaran belanja modal tersebut minim dampak dan tidak tepat sasaran program yang dicanangkan.
Buktinya, masih banyak organisasi perangkat daerah (OPD) memilih menganggarkan perjalanan dinas miliyaran rupiah ketimbang mencanangkan program yang dampaknya dirasakan masyarakat.
Salah satu contoh pemanfaatan anggaran yang dinilai kurang tepat ialah terkait program perjalanan dinas. Seperti Dinas Kearsipan dan Perpustakaan senilai Rp 3.114.728.000, Dinas Koperasi dan UMKM senilai Rp 3.745.117.000, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) senilai Rp 2.202.241.000.
Juru Bicara MPW Pemuda Pancasila Maluku Utara, Rafik Kailul mempertanyakan alokasi anggaran tersebut. Sebab, sebagian besar justru digunakan untuk kegiatan yang dampaknya minim dirasakan masyarakat.
"Ini kegiatan yang cuma sifatnya operasional. Dampaknya apa buat masyarakat," tutur Rafik kepada Alafanews, Jum'at (26/7/2024).
Ia menilai, penyerapan anggaran pemerintah saat ini belum efisien, sebab sebagian besar masih digunakan untuk kegiatan yang sifatnya operasional.
"Dibilang penyerapan anggaran bagus tapi dampaknya tidak dirasakan masyarakat. Padahal anggaran kan bisa digunakan untuk program pengentasan kemiskinan pencegahan bencana alam dan penanganan masalah lain di mayarakat yang selama ini belum optimal," ucapnya.
Sekedar informasi, serapan anggaran belanja di Pemprov Malut hingga akhir Juli 2024 ini, baru mencapai 30 persen.
Menurut Kepala BPKAD Malut, Ahmad Purbaya, penyebab lambatnya penyerapan anggaran belanja lantaran molornya realisasi APBD dan kebijakan mutasi pejabat di era Plt gubernur M. Al Yasin Ali.
"Penyerapan 30 persen karena belanja modal belum maksimal. Kalian kan tahu APBD kita terlambat kemarin, dan baru bisa jalan Mei ini," ungkap Purbaya belum lama ini. (*)