Mukhtar Adam |
Sofifi, Alafanews.com - Belum terbayarnya utang proyek masjid raya Shaful Khairaat Sofifi terus menjadi sorotan. Terlebih beberapa waktu lalu salah satu Kontraktor proyek pembangunan masjid tersebut menyegel (membungkus) Eskalator untuk dijual guna menutupi kerugiannya.
Akibat dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara belum membayar biaya pembangunan kelebihan volume pekerjaan yang nilainya mencapai Rp 5.128.000.000, salah satunya termasuk pemasangan eskalator.
Akademisi Unkhair Ternate, Mukhtar Adam mengatakan, Kebobrokan dari masalah ini seharusnya menjadi tanggung jawab Sekretaris Provinsi (Sekprov) selaku ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Karena Sekprov sebagai Koordinator Keuangan mestinya mendapatkan laporan dari PUPR sebagai Dinas Teknis yang mengerjakan proyek tersebut.
"Lalu sebelum Adendum itu sudah melalui persetujuan TAPD. Dengan demikian jika TAPD menyetujui maka revisi kontraknya adalah persetujuan TAPD, yang selanjutnya TAPD lanjutkan di dalam Komunikasi dengan DPRD dan atau melanjutkan melalui Peraturan Gubernur, sehingga sebagai landasan dalam penambahan anggaran atas perubahan jenis tambahan pekerjaan yang tidak masuk di dalam kontrak." Kata Mukhtar saat dikonfirmasi Alafanews, Senin (6/6/22).
Doktor muda Maluku Utara itu menegaskan, bahwa Sekprov semestinya memahami terkait skema dan prosedur tata kelola keuangan. Sebab jabatan Sekda selain sebagai koordinator pemerintahan, juga sebagai Koordinator keuangan.
"Sekda Maluku Utara itu memang kompetensinya tidak terlalu mumpuni, selalu saja melakukan jebakan-jebakan terhadap Gubernur karena tidak memahami skema dan prosedur tata kelola keuangan,"katanya.
Karena itu kata dia, Sekprov harus mengundang kembali komponen lain untuk merumuskan dan ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub), sehingga dengan Pergub tersebut bendahara umum daerah dapat melakukan pembayaran.
"Sekda mesti memahami bahwa pengelolaan keuangan daerah itu dibutuhkan dasar hukum, tidak bisah bekerja dengan cara-cara primitif."ucapnya
Mukhtar yang juga Ketua ISNU Maluku Utara itu, menyarankan agar Sekprov memberikan catatan jika proyek tersebut sudah di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dijadikan dasar sebagai rumusan telaan kepada Gubernur yang kemudian di jadikan landasan dalam penyusunan Pergub.
"Lalu Sekda membuat Pergub kemudian di tanda tangani oleh Gubernur sehingga menjadi dasar hukum bagi bendahara umum daerah untuk melakukan pembayaran dan menutupi malu-malu yang dibuat oleh Sekprov itu, masjid saja di tutup eskalatornya kaya begitu,"tutupnya.